Sejarah Surabaya

Dengan menggeluti pertanyaan sederhana yang "sinting" Newton berhasil menjelaskan konsep gravitasi yang kemudian menjadi dasar Fisika klasik hingga saat ini sedang Einstein menawarkan penjelasan fisika baru yang berbeda sekaligus membuka babak baru dunia Fisika yang sebelumnya seakan-akan hampir terpecahkan semua misterinya.
Apa hubungannya dengan sejarah Surabaya?
Baca Juga
Denys Lombard dalam prakata bukunya Nusa Jawa : Silang Budaya membuka wawasan kita tentang dunia sejarah bertopik Nusantara yang menurutnya sangat kaya (tidak ada tempat lain di muka bumi yag menawarkan keragaman budaya berkat hadirnya budaya-budaya besar dunia di situ : India, Islam dan China, bermanifestasi dalam keragaman budaya daerah yang menarik dan belum terjamah penuh penelitiannya) namun sangat kurang diketahui atau dipelajari. Sejarawan Barat sudah naik kelas jauh diatas sejarawan yang masih di level "sejarah serba bisa", level "sejarah ekonomi dan sosial"; mereka telah berkutat dalam "sejarah mentalitas". Keadaan sejarah di Nusantara menurut Lombard masih berkutat di kronologi fakta (yang masih harus disusun dan didebatkan), masih banyak sumber yang belum terbit dan tersimpan rapi di laci para sejarawan yang ragu-ragu untuk menerbitkannya. Sejarah sosial dan ekonomi masih perlu ditulis (ini pendapat tahun 1990). Singkat kata boleh disimpulkan sejak kemerdekaan arah studi sejarah justru tidak seirama dengan kemajuan ilmu sejarah di Barat. Kajian sejarah antar disiplin (agama, seni dan sastra) cenderung digantikan antropologi yang terlalu menyederhanakan permasalahan dan ilmu politik yang sangat elementer. Mendesak sekali untuk melakukan studi sejarah yang lebih terpadu.
Tiga hal dapat ditarik dari cuplikan Lombard diatas: kekayaan luar biasa sejarah - budaya Nusantara yang belum tergali, kondisi sejarawan Nusantara dan undangan bagi generasi muda untuk melihat kesempatan ini: jangan mau kalah dengan kemajuan studi sejarah di Barat.
Banyak mahasiswa sejarah memulai kuliahnya di jurusan sejarah berpikir apa yang ditawarkan dalam silabus universitas akan menjawab dengan memuaskan apa yang perlu diketahui, perlu untuk lulus dan bekerja (sebagian kecil mungkin berpikir untuk berkarya dalam dunia sejarah). Dengan mengikuti setiap unit mata kuliah yang berurutan, pemahaman sejarah akan terbentuk. Para penggemar film Kungfu Panda dapat mengklasifikasikan mahasiswa (baca generasi muda) seperti ini sebagai lima pendekar (harimau, monyet, bangau, ular dan belalang) sementara yang dibutuhkan adalah mahasiswa dengan pendekatan orisinil (sang Panda): dibutuhkan "sang juru selamat perkungfuan". Dari sang begawan Denys Lombard, kita menangkap situasi studi sejarah yang ada dan perspektif Nusantara sebagai persilangan budaya yang tidak kalah kaya dibanding persilangan budaya di perimeter laut Mediteran yang menjadi kancah sejarah bangsa Yunani, Romawi, Mesir, Persia, Turki, dll. Dibutuhkan "panda-panda" yang mulai berpikir secara struktural ala Einstein "I want to know how God created this world" dapat ditransliterasikan menjadi "saya ingin tahu bagaimana sejarawan besar sampai pada pemikiran-pemikiran yang tertuang dalam bukunya; saya ingin tahu bagaimana mereka berpikir, sisanya hanyalah detail-detail".
Surabaya merupakan satu kota penting di perairan Nusantara, menjadi tungku amalgam budaya-budaya besar yang disebutkan tadi. H. W. Dick telah menulis buku seminal tentang sejarah ekonominya namun masih diperlukan penulis ala Denys Lombard yang menyajikan telaah terpadu (beliau sendiri melihat banyak lubang dalam bukunya). Surabaya menunggu untuk digali oleh para peneliti mudanya, untuk ditempatkan pada posisinya yang layak dalam sejarah dan diproyeksikan masa depannya yang lebih baik.
Surabaya merupakan tempat awal penyebaran agama Islam di pulau Jawa (berbeda dengan Hindu Budha yang bergeser dari Barat ke Timur). Dengan mengikuti pola Silang Budayanya Denys Lombard, kita juga bisa menyusun Surabaya : Silang Budaya dengan konten yang lebih detail kajiannya. Untuk bisa menyusun buku setara ini mungkin kita harus belajar sampai di negeri China, tempat para sarjana Belanda dan Perancis menggali sumber tertulis yang tercatat baik dalam kultur China. Pergi ke negeri Belanda untuk menggali harta karun para sarjana yang dulu pernah berkecimpung mempelajari Nusantara. Pada saat yang sama kaki tetap berpijak pada keadaan real masyarakatnya saat ini. Sejarah apa yang sedang dijalani masyarakatnya dan kemana arah mereka dapat diprediksikan (maju secara mentalitas atau malah mundur?).
Kembali pada ilustrasi dunia Fisika dan tentang bagaimana sejarawan besar berpikir. Einstein yang berusaha menjelaskan fenomena gravitasi non Newtonian membuat ilustrasi sebagai berikut : bayangkan kain seprei yang licin di atas matras empuk. Jika kita letakan sebuah batu berat di tengah matras itu sehingga permukaan sprei membuat cekungan, kita mendapatkan bidang yang miring menuju pusat batu. Jika ada kelereng dilewatkan di lekukan itu, mau tidak mau kelereng akan merosot dan tertarik ke arah batu itu. Einstein berusaha menjelaskan bahwa gravitasi adalah geometri! Matematikawan Riemann kurang lebih puluhan tahun sebelum Einstein telah sampai pada perspektif yang sama: jika seekor ulat hidup di selembar kertas lurus, dia dapat bergerak lurus di permukaannya, tapi jika kertas itu di "untel-untel" maka mau tidak mau ulat yang hidup didalamnya harus bergerak mengikuti geometri "untelan". Paradigma apa yang membuat kita (sejarawan Nusantara yang dilihat Denys Lombard) bergerak seperti ulat dalam kertas untelan?
Sejarah seperti ulat itu sendiri, tidak bisa tidak akan mengikuti struktur geometri tempatnya terjadi. Struktur itu saat ini sebagian dikenali sebagai manusianya, pemerintahannya, budaya, geografisnya, agamanya dll. Dari sekian kandidat struktural yang muncul , kategori atau klasifikasi apa yang terbentuk?
Jika analogi ini bisa diterapkan, sejarah tidak bisa bergerak ke arah lain jika untelan yang terbentuk tidak mengijinkannya. Apakah untelan itu bisa kita "utaki / bongkar" ? "Untelan" bagaimana yang menjadi geometri Surabaya saat ini, dulu, jaman dulu sekali dan pra India?
Di awal bukunya, Denys Lombard membagikan rahasia ilmunya (yang sesungguhnya bukan rahasia! - rahasia noddle soup bapaknya panda juga sama: nothing) bahwa pertama-tama kita bisa mengandalkan letak geografis Jawa di Nusantara (kita baca: letak geografis Surabaya yang sangat stragtegis dimata Daendels berikut derivatifnya sebagai bagian dari Kerajaan Majapahit yang mengundang pedagang Islam dan China untuk datang) sebagai struktur "untelan" geometri sejarah Surabaya yang perlu dipahami benar-benar. Letak geografis Surabaya sebagai bagian dari Nusantara bukan sekedar fakta posisi lintang dan bujur. Menurut Denys Lombard "Ancangan sejarah yang mana pun tidak akan mencapai tujuannya jika tidak memperhatikan faktor geografis".
Faktor geografis inilah yang memaksa sejarah Nusantara (maupun Surabaya) berjalan sesuai untelan geometrinya, tidak bisa lain. Apakah kita melihat dengan cara demikian?
Belum ada Komentar untuk "Sejarah Surabaya"
Posting Komentar