Kumpulan Puisi F. Rizal Alief Terbaru
Kumpulan Puisi F. Rizal Alief Terbaru saya dapatkan dari salah satu berita harian terbesar di Indonesia Kompas.com. Setelah saya amati dan baca dengan seksama puisi beliau cukup berani dalam menanggapi apa yang ada dalam realita sehari-hari.
Silahkan baca saja langsung bagaimana sebuah puisi dapat mengubah hidup seseorang dan menjadi lebih berani lagi dalam menghadapi hidup ini.
Perantau dari Madura ;D. Zawawi Imron
Aku masih melihatmu mengayun sampan di tengah laut. Padahal jembatan megah itu telah membentang ke kampung halaman. Dan siap mengantarmu pergi ke mana-mana.
Ah! Tapi kau memang lebih perkasa dengan angin dan ombakmu. Dari pada harus berdasi dan duduk manis di dalam mobil ber-AC. Dan meluncur ke jantung kota yang mulai kehilangan sepi dan sunyi.
Bahkan di mata tuamu yang nyalang, angin kian tak terbendung. Ombak-ombak pun semakin membubung. Kau melesat bagai kilat. Lampaui semua itu. Dan aku akan tetap mengingatmu sebagai perantau Madura
yang bangga membawa kampungmu ke mana-mana�..
Madura, 2011
Museum Affandi
Di musium ini, lukisan-lukisanmu memiliki hati. Dari hati itu berlahiran kata-kata. Hingga mataku menjelma tujuh macam warna. Lalu aku terbawa ke dalamnya.
Di sini aku sampai lupa kalau tubuhku tertingal di luar sana. Sebab lukisanmu terus mengajakku berbicara, bercerita, dan mengajakku masuk ke dalam hatinya; ada suara-suara yang terlanjur menempel di kaki waktu dan terus mengguyurku dengan kata-kata.
Itukah hatimu? Hati yang kini bersemayam dalam lukisan-lukisan.
Yogya,2011
Sebuah Ruang
Aku ingin membangun rumah dalam diriku. Agar aku bisa bergerak seperti yang aku mau. Maka dari itu, kurangkai kata-kata sedemikian rupa. Lalu kuramu bersama tujuh macam warna, tujuh macam mantra dan tujuh macam pula luka.
Bila aku tidur, aku akan terlelap sambil kudekap seribu bahkan jutaan mimpi di atas kata-kata. Dan bila aku ingin menggauli istriku, pastilah kulakukan di dalam kelembutan kata-kata. Bahkan bila aku akan berangkat berlayar, kata-kata itulah yang selalu mengantar.
Ya, detik ini, aku telah memulai membangunnya dalam diriku. Sebab kata-kata terus bergemuruh dalam dada.
Yogya,2011
Sebuah Waktu
Dalam puisiku aku memiliki waktuku sendiri. Waktu yang tak sama dengan waktu yang mereka miliki dan mereka bawa ke mana-mana.
Waktuku hanya ada dalam puisiku. Dan puisiku adalah separuh wahyu. Separuhnya lagi tersimpan rapi di rumah Tuhanku.
Yogya,2011
Sajak Untuk Seorang Ibu
Aku terus merantau dalam jazirah jiwamu. Mengikuti aliran darahmu, detak jantungmu, sampai di sebuah ruang dimana kau selalu melelapkanku bersama mimpi itu. Lalu tak pernah kulupa untuk menyalakan lentera. Agar mataku terus menyala dan jiwamu kian bercahaya.
Ibu, karena kau tak membatasi jarak perantauanku, maka aku pun terus menyulur kakiku sepanjang waktu yang tak pernah beku dalam diriku juga dalam dirimu.
Yogya,2011
Di Tepi Kali Gajahwong I
Di pinggir sungai itu, kulihat ikan-ikan yang meronta, sebab airnya terlalu keruh. Mereka menatapku. Matanya merah. Seperti kobaran api yang hendak membakar seluruh tubuhku. Panas merambat. Sampai di mataku.
Ikan-ikan itu terus meronta. Hingga dadaku bergejolak, saluran pernafasanku sesak, detak jantungku melemah dan urat sarafku rapuh.
Ada yang menetes dari mataku. Sesuatu yang sangat bening. Ikan-ikan itu kemudian berlarian ke dalamnya. Sambil mengipaskan siripnya.
Yogya,2011
Di Tepi Kali Gajahwong II
Aku ingin kau mengajariku mengalirkan sampah-sampah dari dalam diriku. Sebagaimana kau melakukannya di setiap detak jantungmu. Agar ikan-ikan di dalamnya terus bertelur, beranak pinak dan terus semakin banyak.
Sungguh aku ingin belajar sepertimu. Seperti ikan-ikan itu. Seperti ketabahan dalam waktu.
Yogya, 2011
Kaki Sajak
Kaki sajakku mengajakku berlari mengejar matahari dan bermain api. Hingga seluruh tubuhku terasa panas.
Bersamanya dan di dalmnya, aku tak pernah merasa penat. Sebab ia telah jadi dagingku, tulang sumsumku, darahku, jantungku dan jiwaku.
Aku selalu merawatnya dan ia memperpanjang nyawa.
Yogya,2011
Biodata F. Rizal Alief adalah nama pena dari Faidi Rizal, lahir di Sumenep Madura, 15 November 1987. Alumnus MA NASA dan al-Huda Gapura. Kini masih tercatat sebagai mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab fak. ADAB dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tulisannya termuat dalam media massa nsional dan lokal seperti; Majalah Horison, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Jawa Post Group, Lampung post, Surya, Surabaya Pos, Banjar Masin Post, Majalah Annida, KR Bisnis, Koran Merapi, Minggu Pagi, Majalah Actifita dll, juga terkumpul antologi tunggal dan bersama.
Seperti; Mengukir Cahaya Ramadhan (Puisi bersama, 2011), Kitab Lintas Musim (Puisi tunggal, 2011) Bulan Purnama Majapahit Mojokerto (Cerpen bersama, 2010) Bukan Perempuan (cerpen bersama, Obsesi, 2010) Rendezvouz di Tepi Serayu (cerpen bersama, Obsesi 2009) Narasi Batang Rindu (pangabesen.publishing puisi bersama 2009). Lewat puisi �Sepasang Puisi di Kota Tua� ia menjadi juara III di kota padang dan mendapat kesempatan untuk wisata sastra ke Malaysia.
Kini aktif juga di Komunitas Rumah Senja Bandungan Madura, itulah Kumpulan Puisi F. Rizal Alief Terbaru mudah-mudahan bermanfaat bagi anda semua.
Silahkan baca saja langsung bagaimana sebuah puisi dapat mengubah hidup seseorang dan menjadi lebih berani lagi dalam menghadapi hidup ini.
Perantau dari Madura ;D. Zawawi Imron
Aku masih melihatmu mengayun sampan di tengah laut. Padahal jembatan megah itu telah membentang ke kampung halaman. Dan siap mengantarmu pergi ke mana-mana.
Ah! Tapi kau memang lebih perkasa dengan angin dan ombakmu. Dari pada harus berdasi dan duduk manis di dalam mobil ber-AC. Dan meluncur ke jantung kota yang mulai kehilangan sepi dan sunyi.
Bahkan di mata tuamu yang nyalang, angin kian tak terbendung. Ombak-ombak pun semakin membubung. Kau melesat bagai kilat. Lampaui semua itu. Dan aku akan tetap mengingatmu sebagai perantau Madura
yang bangga membawa kampungmu ke mana-mana�..
Madura, 2011
Museum Affandi
Di musium ini, lukisan-lukisanmu memiliki hati. Dari hati itu berlahiran kata-kata. Hingga mataku menjelma tujuh macam warna. Lalu aku terbawa ke dalamnya.
Di sini aku sampai lupa kalau tubuhku tertingal di luar sana. Sebab lukisanmu terus mengajakku berbicara, bercerita, dan mengajakku masuk ke dalam hatinya; ada suara-suara yang terlanjur menempel di kaki waktu dan terus mengguyurku dengan kata-kata.
Itukah hatimu? Hati yang kini bersemayam dalam lukisan-lukisan.
Yogya,2011
Sebuah Ruang
Aku ingin membangun rumah dalam diriku. Agar aku bisa bergerak seperti yang aku mau. Maka dari itu, kurangkai kata-kata sedemikian rupa. Lalu kuramu bersama tujuh macam warna, tujuh macam mantra dan tujuh macam pula luka.
Bila aku tidur, aku akan terlelap sambil kudekap seribu bahkan jutaan mimpi di atas kata-kata. Dan bila aku ingin menggauli istriku, pastilah kulakukan di dalam kelembutan kata-kata. Bahkan bila aku akan berangkat berlayar, kata-kata itulah yang selalu mengantar.
Ya, detik ini, aku telah memulai membangunnya dalam diriku. Sebab kata-kata terus bergemuruh dalam dada.
Yogya,2011
Sebuah Waktu
Dalam puisiku aku memiliki waktuku sendiri. Waktu yang tak sama dengan waktu yang mereka miliki dan mereka bawa ke mana-mana.
Waktuku hanya ada dalam puisiku. Dan puisiku adalah separuh wahyu. Separuhnya lagi tersimpan rapi di rumah Tuhanku.
Yogya,2011
Sajak Untuk Seorang Ibu
Aku terus merantau dalam jazirah jiwamu. Mengikuti aliran darahmu, detak jantungmu, sampai di sebuah ruang dimana kau selalu melelapkanku bersama mimpi itu. Lalu tak pernah kulupa untuk menyalakan lentera. Agar mataku terus menyala dan jiwamu kian bercahaya.
Ibu, karena kau tak membatasi jarak perantauanku, maka aku pun terus menyulur kakiku sepanjang waktu yang tak pernah beku dalam diriku juga dalam dirimu.
Yogya,2011
Di Tepi Kali Gajahwong I
Di pinggir sungai itu, kulihat ikan-ikan yang meronta, sebab airnya terlalu keruh. Mereka menatapku. Matanya merah. Seperti kobaran api yang hendak membakar seluruh tubuhku. Panas merambat. Sampai di mataku.
Ikan-ikan itu terus meronta. Hingga dadaku bergejolak, saluran pernafasanku sesak, detak jantungku melemah dan urat sarafku rapuh.
Ada yang menetes dari mataku. Sesuatu yang sangat bening. Ikan-ikan itu kemudian berlarian ke dalamnya. Sambil mengipaskan siripnya.
Yogya,2011
Di Tepi Kali Gajahwong II
Aku ingin kau mengajariku mengalirkan sampah-sampah dari dalam diriku. Sebagaimana kau melakukannya di setiap detak jantungmu. Agar ikan-ikan di dalamnya terus bertelur, beranak pinak dan terus semakin banyak.
Sungguh aku ingin belajar sepertimu. Seperti ikan-ikan itu. Seperti ketabahan dalam waktu.
Yogya, 2011
Kaki Sajak
Kaki sajakku mengajakku berlari mengejar matahari dan bermain api. Hingga seluruh tubuhku terasa panas.
Bersamanya dan di dalmnya, aku tak pernah merasa penat. Sebab ia telah jadi dagingku, tulang sumsumku, darahku, jantungku dan jiwaku.
Aku selalu merawatnya dan ia memperpanjang nyawa.
Yogya,2011
Biodata F. Rizal Alief adalah nama pena dari Faidi Rizal, lahir di Sumenep Madura, 15 November 1987. Alumnus MA NASA dan al-Huda Gapura. Kini masih tercatat sebagai mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab fak. ADAB dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tulisannya termuat dalam media massa nsional dan lokal seperti; Majalah Horison, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Jawa Post Group, Lampung post, Surya, Surabaya Pos, Banjar Masin Post, Majalah Annida, KR Bisnis, Koran Merapi, Minggu Pagi, Majalah Actifita dll, juga terkumpul antologi tunggal dan bersama.
Seperti; Mengukir Cahaya Ramadhan (Puisi bersama, 2011), Kitab Lintas Musim (Puisi tunggal, 2011) Bulan Purnama Majapahit Mojokerto (Cerpen bersama, 2010) Bukan Perempuan (cerpen bersama, Obsesi, 2010) Rendezvouz di Tepi Serayu (cerpen bersama, Obsesi 2009) Narasi Batang Rindu (pangabesen.publishing puisi bersama 2009). Lewat puisi �Sepasang Puisi di Kota Tua� ia menjadi juara III di kota padang dan mendapat kesempatan untuk wisata sastra ke Malaysia.
Kini aktif juga di Komunitas Rumah Senja Bandungan Madura, itulah Kumpulan Puisi F. Rizal Alief Terbaru mudah-mudahan bermanfaat bagi anda semua.
Belum ada Komentar untuk "Kumpulan Puisi F. Rizal Alief Terbaru"
Posting Komentar